1.
Konsep
Perwakilan
Pemahaman
tentang perwakilan politik pernah dikemukan oleh Thomas Hobbes dalam karyanya
yang sangat terkenal (Leviathan). Dalam
karyanya tersebut Hobbes mengatakan bahwa manusia untuk memenuhi kebutuhan
(basic need) mereka terdorong untuk melaksanakan perjanjian dengan pihak lain.
Hal ini akan mengakibatkan tiap individu untuk menyerahkan segenap kekuatan
atau kekuasaanya masing-masing kepada seseorang ,’segerombolan orang’ atau
kepada suatu majelis.
John
Locke mengatakan setiap individu mempunyai hak kepemilikan terhadap sesuatu dan
untuk menjaga keamanannya dalam berbagai macam ancaman dalam konteks perjanjian
social (the contrakct social), maka setiap individu harus rela memberikan
sebagian hak-haknya kepada pemegang kekuasaan yang dikenal dengan istilah
supermasi power. Berarti kebutuhan akan perlindungan (protection) itu mendorong
manusia untuk membuat perjanjian social.
Jean
Jacques Rousseau mengatakan bahwa negara merupakan hasil perjanjian social
(contrak social) antara rakyat dan penguasa, yang mana rakyat bisa mencabut
mandatnya apabila penguasa telah menyimpang dari kewenangannya. Dan untuk
mengatasi perampasan hak-hak tersebut maka diperlukan seseorang yang “maha
tahu” seorang legislator, pembentuk dasar hukum Negara yang bersangkutan. Ia
tidak memiliki wewenang untuk memerintah, tetapi bergantung kepada kemauan
bersama atau rakyat.[1]
“Jadi dapat
disimpulkan konsep dari perwakilan adalah adanya hubungan dua pihak (individu
dengan penguasa) untuk melakukan berbagai hal yang telah disepakati dan
bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama”.
2.
Objek
dan Pendekatan dalam Studi Perwakilan Politik
Studi
yang membahas mengenai perwakilan politik banyak dikembangkan dari
penelitian-penelitian yang membahas badan legeslatif atau yang lebih dikenal
dengan sebutan parlemen. Penelitian atau studi tentang legeslatif mengalami
perkembangan dalam 3 tahap, sebagai berikut :
a. Pendekatan
Kelembagaan (Institusional)
Pendekatan
ini melihat parlemen dari struktur besrta fungsinya, serta memberikan pemahaman
tentang hubungan formal antara wakil dengan terwakil yang terwujud sebagai yang
pemilih, tapi kurang menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan kurang
menerangkan interaksi yang terjadi dalam lembaga.
b. Pendekatan
Proses
Pendekatan
ini digunakan untuk melihat objek studi melalui proses pembuatan keputusan
sebagai fungsi utamanya.
c. Pendekatan
Tingkah Laku (Behavioral)
Pendekatan
ini digunakan untuk melihat sikap dan tingkah laku para anggota parlemen dalam
menghasilkan setiap keputusan. Melalui perkembangan pendekatan tingkah laku
dalam bentuk studi individual telah mendorong teori berkaitan (linkage theory)
yang mengabtraksikan hubungan individual antara wakil dengan terwakil.[2]
3.
Bentuk-Bentuk
Perwakilan
a. Perwakilan
Politik (Political Representation)
Perwakilan
ini merupakan bentuk perwakilan yang merupakan salah satu pilar demokrasi
modern yang melalui prosedur partai politik.
Contoh
:
Anggota
badan legeslatif yang mewakili rakyat melalui partai politik tertentu.
b. Perwakilan
Teritorial (Territorial Representation)
Perwakilan
ini merupakan kelanjutan dari system perwakilan politik, yang mana system
perwakilan politik dianggap belum sempurna jika tidak dilengkapi dengan system
double-checks, sehingga aspirasi dan kepentingan rakyat bisa tersalurkan dengan
baik. Dan system ini biasa disebut dengan system perwakilan daerah (perwakilan teritorial).
Contoh
:
Adanya
anggota DPD yang mewakili daerahnya masing-masing.
c. Perwakilan
Fungsional (Functional Representation)
Perwakilan
fungsional merupakan perwakilan dari berbagai macam golongan sesuai dengan
fungsi dan keahliannya. Misal : ekonomi, sosial, profesi, dan bidang keahlian
lainnya.
Contoh
:
Pada
penyelenggaraan pemilu di Indonesia tahun1971 dilaksanakan dengan
mengikutsertakan baik partai politik maupun golongan fungsional.[3]
Referensi :
Syam,
Firdaus. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Budiardjo,
Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik.Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
[1] Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, Jakarta, PT.
Bumi Aksara, 2007, hlm. 122, 134, 159-160.
[2] http://sahruddin-lubis.blogspot.com/2008/09/sistem-perwakilan-politik-di-indonesia.html di
akses : tgl 1 feb pukul 16.00 wib
[3] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta,
PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, hlm.317-319.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar