Kamis, 19 April 2012

Pembangunan Politik

BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan politik sering begitu saja disamakan dengan demokrasi, dengan modernisasi, dan lain-lain. Di era Orde Baru misalnya menggunakan terminologi pembangunan politik untuk menamai program-program depolitisasi kehidupan warganya. Namun demikian dari tebaran makna dan ide pembangunan politik, ada beberapa konsep kunci yang sering muncul. Konsep-konsep inilah yang dipetakan Lucian Pye dalam tulisannya “The Meaning of Political Development”.
Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Ketika para ahli diminta mengidentifikasi apa persoalan yang dihadapi oleh pertumbuhan ekonomi, jawaban mereka adalah bahwa kondisi sosial dan politik yang harus bisa lebih berperan. Kalangan ini meyakini pembangunan politik sebagai kondisi kepolitikan (state polity) yang harus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi.
Cara pandang seperti ini memiliki persoalan karena lebih mudah memprediksi kemungkinan sistem politik melindungi pembangunan ekonomi yang sudah dicapai (misalnya dengan mempertahankan stabilitas) dari pada memfasilitasi (merintis) pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Pembangunan politik adalah modernisasi politik. Pandangan ini mirip dengan konsep sebelumnya yakni masih berkaitan dengan prestasi ekonomi. Prestasi ekonomi terutama dalam hal industrialisasi-isme dianggap sebagai kondisi puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan yang sama dibebankan pada pembangunan politik. Konsep seperti ini sudah dikritik oleh penganut relativisme kultural yang mempertanyakan Barat sebagai ukuran standar dan universal untuk semua sistem politik di dunia ini. Pertanyaan yang pertama kali perlu dijawab adalah apakah pembangunan politik ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sebuah negara dalam kepolitikannya seperti parpol, administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif? Kalau jawabannya adalah iya, maka muncul persoalan etnosentrisme Barat di sini, karena semua unsur itu memang menjadi karakter Barat. Kalau jawabannya hanya sebatas tercapainya tujuan-tujuan dari elemen politik tersebut, maka akan banyak persoalan lokal yang muncul.

Pembangunan Politik sebagai salah satu bentuk dari mobilisasi massa dan partisipasi. Karena pembangunan politik adalah menyangkut peran warganegara dalam bentuk kesetiaan barunya terhadap negara. Pemimpin dan pengikut merasa pembangunan politik makin berkualitas dilihat dari tingkat demonstrasi di seluruh negeri. Pembangunan politik memang menyangkut partisipasi warganegara. Namun yang harus juga dipikirkan adalah bahaya adanya emosionalisme warganegara yang diolah oleh demagog. Karenanya penting menyeimbangkan gelora, sentimen warganegara dengan tertib politik. Inilah proses demokrasi yang sesungguhnya.
Pembangunan politik sebagai bentuk stabilitas dan perubahan sosial. Mereka yang berpendapat bahwa demokrasi tidak konsisten dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat, memahami pembangunan semata-mata soal ketertiban ekonomi dan sosial, karenanya konsep kapasitas untuk perubahan yang teratur menjadi penting dalam pandangan ini.
Pembangunan politik adalah mobilisasi dan kekuasaan. Pengakuan bahwa sistem politik harus bermanfaat bagi masyarakat membawa kita pada pemahaman soal kapabilitas sistem politik. Kalau ada argumen bahwa demokrasi akan mengurangi efisiensi, berarti tingkat efisiensi politik bisa diukur. Artinya lagi, sistem politik dapat dievaluasi dari bagaimana kekuasaan absolute bekerja memobilisasi. Sistem yang tidak stabil akan beroperasi dengan margin kekuasaan yang rendah, dan para pengambil keputusan adalah lembaga-Iembaga impotent untuk mampu mencapai tujuan-tujuan politik.
Konklusi untuk mengambil satu kerangka filosofis dari tebaran pendekatan ini, akan ada gunanya melihat secara sekilas berbagai pemaknaan pembangunan politik demi mengisolasi mana yang paling penting dari kesemuanya. Dari lima itu, ada dua karakter dari semuanya tentang pembangunan politik; Semangat Persamaan, di semua pengertian pembangunan politik selalu ada semangat menyertakan warganegara dalam proses politik. Persamaan adalah prinsip universal, dapat diterapkan di semua proses impersonal. Persamaan juga berarti terbukanya kesempatan bagi warga negara dalam proses rekrutmen jabatan-jabatan publik dengan menggunakan standar obyektif, dan bukan askriptif.



Kapasitas Sistem Politik, kapasitas berkaitan dengan output dalam proses politik. Kapasitas juga berarti: kondisi yang mempengaruhi performa dan kondisi proses pemerintahan, efektifitas dan efisiensi dalam penerapan kebijakan publik, dan kapasitas yang berkaitan dengan rasionalitas dalam proses administrasi dan orientasi kebijakan, baik yang populis maupun yang tidak populis.
Alhasil, mengalir dari deskripsi singkat di atas, pembangunan politik dapat dirumuskan penulis sebagai proses linear, yang dimulai dari pendekatan ekonomi sebagai pondasi awal dari syarat menuju terciptanya stabilitas politik. Jadi, upaya menciptakan stabilitas dan pencapaian prestasi ekonomi yang signifikan dalam mensejahterahkan masyarakat adalah dua kata kunci yang menjadi ambisi kajian pembangunan politik.
Dari berbagai definisi pembangunan politik diatas saya tertarik untuk lebih mendalami atau mengupas mengenai pembangunan politik dalam proses reformasi saat ini, apa isi dari komponen yang berubah tersebut serta efeknya terhadap komponen lain.













BAB II
PEMBAHASAN
Secara konseptual, komponen-komponen pokok yang ada di dalam pembangunan politik adalah bahwa pemerintah kita harus selalu mampu menanggapi setiap perubahan yang ada dalam masyarakat, sebab suprastruktur dan infrastruktur politik yang ada memang efektif dan berfungsi secara optimal, yang kesemuanya didukung oleh warganegara yang dinamis dan berada dalam naungan persamaan hukum dan perundang-undangan. Pencapaian hal-hal tersebut biasanya selalu akan menimbulkan permasalahan yang menyangkut identitas (jati diri) bangsa, legitimasi kekuasaan, partisipasi anggota masyarakat, serta menyangkut pemerataan hasil-hasil pembangunan melalui sistem yang efektif yang menjangkau keseluruh lapisan masyarakat. Setiap kali kita berhasil mengatasi suatu permasalahan tersebut maka berarti kita “maju” di dalam melakukan pembangunan politik di dalam mengembangkan sistem demokrasi. Sejak awal Indonesia berdiri, kehidupan politik dan hukum diwarnai begitu rupa, tidak dalam pengertian hingar bingarnya demokrasi, tetapi justru secara mencolok dapat dikatakan oleh sentralisasi kekuasaan pada satu tangan, meskipun sebenarnya konstitusi telah memberi peluang yang cukup besar kepada hukum.
Secara umum proses perjalanan bangsa dapat dibagi dalam dua bagian yaitu, periode Orde Lama dan periode Orde Baru. Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965. Namun sejarah juga menunjukkan rezim Orde Baru yang dianggap memberikan perbaikan dan menyelamatkan keadaan bangsa saat itu selama masa pemerintahannya melakukan pemasungan terhadap hak-hak politik warga negara, pembangunan memang dapat berjalan dengan cukup baik dimana tingkat pertumbuhan ekonomi bahkan pernah mencapai 7 % (tujuh persen) namun keberhasilan itu hanya bersifat semu karena semua pembangunan dibiayai dari hutang luar negeri yang berakibat timbulnya krisis moneter dan tumbuh sehatnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 


Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia  mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode orde lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
            Konfigurasi politik, menurut Dr. Moh. Mahfud MD, SH, mengandung arti sebagai susunan atau konstelasi kekuatan politik yang secara dikotomis dibagi atas dua konsep yang bertentangan secara diametral, yaitu konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter.
            Konfigurasi politik yang ada pada periode orde lama membawa bangsa Indonesia berada dalam suatu rezim pemerintahan yang otoriter dengan berbagai produk-produk hukum yang konservatif dan pergeseran struktur pemerintahan yang lebih sentralistik melalui ketatnya pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Pada masa ini pula politik kepartaian sangat mendominasi konfigurasi politik yang terlihat melalui revolusi fisik serta sistem yang otoriter sebagai esensi feodalisme.
Sedangkan dibawah kepemimpinan rezim Orde Baru yang mengakhiri tahapan tradisional tersebut pembangunan politik hukum memasuki era lepas landas lewat proses Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan dengan pengharapan Indonesia dapat menuju tahap kedewasaan (maturing society) dan selanjutnya berkembang menuju bangsa yang adil dan makmur.
      Setelah habis masa orde baru, kemudian masuklah negara Indonesia  kedalam era reformasi. Pada masa ini tujuan utama adalah proses demokratisasi. Sejak bekerjanya Kabinet Gotong Royong pada 2001, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi yang menjadi kebijakan umum reformasi politik telah berjalan pada jalur dan arah yang benar.



 Pada tingkat masyarakat, antusiasme berpolitik melalui organisasi partai politik cukup tinggi, walaupun masih tetap terlihat adanya ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan partisipasi masyarakat dalam proses demokratisasi, berupa masih kuatnya budaya kekerasan dan meluasnya praktek-praktek politik uang. Pada tingkat negara, ada konsensus yang cukup tinggi untuk terus membenahi dan memberdayakan lembaga-lembaga penting demokrasi pada semua tingkat, meskipun tetap menghadapi hambatan berupa masih longgarnya nilai-nilai kepatuhan pada peraturan perundangan dan lemahnya tradisi dalam berdemokrasi.                               Pada sisi lain, begitu tingginya harapan dan antusiasme terhadap reformasi pada awal-awal proses demokratisasi, merupakan amanat dan pekerjaan rumah yang besar untuk merealisasikannya menjadi hasil-hasil yang konkret untuk rakyat. Di sinilah tantangan pemerintah dan partai-partai politik yang sesungguhnya, yakni menyiapkan wacana berkelanjutan bagi masyarakat mengenai hakekat demokrasi, berbagai dilema yang menyertai demokratisasi, serta peluang dan harapan dalam demokrasi yang tidak mungkin dicapai melalui jalan otoriterianisme.
Masalah-masalah politik dalam negeri yang menghadang diharapkan menjadi perhatian serius semua pihak. Di samping persoalan-persoalan aktual yang muncul sebagai akibat proses pembangunan politik, persoalan-persoalan klasik masih akan tetap menjadi beban di dalam proses demokratisasi selanjutnya. Permasalahan kelembagaan, baik yang menyangkut penerapan peran dan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif maupun yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi kekuasaan dan otonomi daerah masih menuntut perhatian yang mendalam untuk mengatasinya. Persoalan separatisme dan ketidakpuasan politik di daerah juga adalah persoalan-persoalan nyata yang menuntut perhatian secepatnya.
Selain itu, pemerintah yang memiliki kredibilitas dan visi internasional menjadi faktor yang cukup penting dalam membina hubungan luar negeri, selain faktor-faktor pembenahan dalam bidang struktural kelembagaan penyelenggara hubungan luar negeri. Memasuki abad ke-21, persoalan-persoalan internasional memiliki dinamika dan tingkat perubahan yang mendasar, di tengah tarik-menarik antara berbagai kekuatan besar di dunia. Indonesia diharapkan mampu menempatkan diri secara tepat, agar mampu mengoptimalkan pencapaian kepentingan nasionalnya, termasuk tetap memperjuangkan asas-asas kemerdekaan dan keadilan dalam pergaulan masyarakat internasional, serta mengedepankan pendekatan multilateralisme dalam menyelesaikan permasalahan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi internasional lainnya khususnya dalam mencapai pembangunan politik yang merata.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di lihat, bahwa perkembangan perpolitikan dalam proses pembangunan di Indonesia selalu terjadi perubahan sesuai keadaan pada saat itu dan tidak terlepas pula dari pengaruh pemimpin yang menjalankan pemerintahan. Dan dalam proses pembangunan politik sebagai bagian dari modernisasi selalu ada konflik antara proses pembangunan dengan syaraat-syarat agar system politik tetap pada keadaannya.
Dan model perkembangan politik di indonesia dapat dilihat sebagai berikut mobilisasi politik seperti pada masa orde lama, akan mengarah pada pemerintahan yang totaliter. Pada prakteknya kekuasaan sepenuhnya ada ditangan presiden dengan demokrasi terpimpinnya. Sedangkan model lain adalah demokrasi pancasila sebagai representasi model pembangunan yang bersifat partisipatif. Muncul kemudian model kontemporer pasca demokrasi pancasila (orde baru) yaitu orde reformasi. Secara teoritis model keduanya hamper sama, akan tetapi pada masa reformasi kebebasan politis benar-benar mendapat tekanan dari masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA
http://sosialcorner.com/pembangunan-politik























1 komentar: