BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Budaya
politik merupakan sebuah topik yang sangat menarik untuk dibahas, terlebih lagi
apabila dikaitkan dengan budaya demokrasi di Indonesia. Karena Indonesia adalah
salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, untuk di
Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan
demokrasinya. Istilah budaya politik itu sendiri adalah pola prilaku suatu
masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara,
politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati
oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di
artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki
kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan
penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan demokrasi adalah bentuk
atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara
yang saling lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Makalah ini mencoba membahas mengenai budaya politik
yang terdapat dalam masyarakat Indonesia dan perkembangan budaya demokrasi
masyarakat pada masa orde reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya Politik
Teori tentang budaya politik merupakan salah satu
bentuk teori yang dikembangkan dalam sistem politik, yang mana teori tentang
sistem politik ini diajukan oleh David Easton dan kemudian dikembangkan oleh
Gabriel Almond. Hal ini sangat mewarnai kajian ilmu politik pada masa itu
(1950-1970).
Adapun pendapat Almond dan Verba menjelaskan bahwa
budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan
komponen-komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan
dalam sebuah sistem politik (1963, h. 13). Budaya politik tidak lain dari
orientasi psikologis terhadap objek sosial, yang mana sistem politik kemudian
mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat
cognitif, afective, dan evaluative.
B. Budaya Demokrasi
Budaya politik yang demokratik sangat dipengaruhi oleh
budaya politik yang partisipatif sehingga sangat mendorong untuk terbentuknya
sebuah sistem politik yang demokratik dan stabil. Budaya politik yang
demokratik ini menyangkut “suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma,
persepsi, dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya partisipasi,” pandapat
Almond dan Verba (h.178).
Dari hasil penelitian survei yang dilakukan di di AS,
Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko, Almond dan verba mengaitkan antara
tinggi-rendahnya budaya politik (civic culture) dengan kehadiran dalam sebuah
negara. Dalam hal ini mereka menemukan bahwa negara-negara yang mempunyai civic
culture yang tinggi akan menopang demokrasi yang stabil. Sebaliknya,
negara-negara yang memiliki derajat civic culture yang rendah tidak mendukung
terwujudnya sebuah demokrasi yang stabil.
C. Budaya Politik Indonesia
1.
Hierarki yang tegar
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di
Indonesia, pada dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis
ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe)
dengan rakyat kebanyakan (wong cilik). Masing-masing terpisah melalui
tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun
diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing.
Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya,
rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'. Dalam
kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain
tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya.
2.
Kecendrungan Patronage
Pola hubungan Patronage merupakan salah satu
budaya politik yang menonjol di Indonesia.Pola hubungan ini bersifat
individual. Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik semacam ini
tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari
dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari basisnya.
3.
Kecenderungan Neo-Patrimonialistik
Salah satu
kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan
munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya
meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik zeperti
birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang
berkarakter patrimonial.
Ciri-ciri
birokrasi modern:
·
Adanya suatu struktur hirarkis yang
melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
·
Adanya posisi-posisi atau
jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
tegas
·
Adanya aturan-aturan,
regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang mengatur bekerjanya
organisasi dan tingkah laku anggotanya
·
Adanya personil yang secara teknis
memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang
didasarkan pada kualifikasi dan penampilan.
D. Perkembangan Budaya Demokrasi Pada
Masa Reformasi
Sejak
tumbangnya masa orde baru yang digerakkan terutama oleh kekuatan mahasiswa
menuju reformasi merupakan sebuah upaya damai yang memungkinkan kedaulatan
rakyat sebagai prinsip utama dalam demokrasi itu dapat ditegakkan. Dalam
pengertian itu bangsa Indonesia harus melakukan demokratisasi, yakni proses
pendemokratisasi sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk,
kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif
dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Langkah
pertama yang dipersiapkan sewaktu memasuki masa reformasi dibawah pimpinan
presiden Habibie adalah mempersiapkan pemilu dan mengesahkan UU politik yang
mencakup UU partai politik, UU pemilu, dan UU susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD pada awal 1999. Pada masa ini juga dilakukan penghapusan dwifungsi ABRI
sehingga fungsi sosial-politik ABRI dihilangkan. Beberapa perubahan pentingpun
dilakukan terhadap UUD 1945 agar dapat menghasilkan pemerintah yang demokratis.
Peranan DPR diperkuat, semua anggota DPR
dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap Presiden lebih diperketat dan HAM
memperoleh jaminan yang semakin kuat.
Pada tahun
2004 dilakukan pemilu presiden pertama, serta dilakukan pula pemilihan umum
untuk memilih kepala daerah secara langsung yang diatur dalam UU No.32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah. Tapi hal ini bukan menjadi titik akhir dari
proses demokratisasi di Indonesia, namun menjadi landasan awal untuk menuju
proses demokratisasi yang lebih baik.
.
BAB III
ANALISIS
Melihat budaya politik yang
berkembang di Indonesia membuat saya pesimis akan terciptanya Indonesia sebagai
negara yang sangat menjunjung demokrasi. Pertama, budaya politik hirarki yang
tegar, saya memahami budaya ini menunjukan adanya penguasaan pemerintahan oleh
etnis yang dominan. Ketika melihat sejarah pemerintahan Indonesia banyak
dikuasai oleh etnis jawa. Sehingga adanya pemilahan yang tegas antara kaum
penguasa dengan rakyat, ii sering menimbulkan penindasan yang dilakukan oleh
penguasa kepada rakya. Karena penguasa beranggapan bahwa mereka telah
melindungi rakyat, sehingga rakyat harus tunduk dan patuh kepada penguasa dalam hal ini pemerintah.
Kedua, budaya kecendrungan
Patronage, yang mana pola ini bersifat individual (dua individual yang bermain)
disini dapat dilihat adanya pemanfaatkan jabatan untuk kepentingan individual.
Misalnya, jika seseorang menjadi Bupati maka yang akan menduduki jabatan”
tertentu adalah oarng yang memiliki hubungan dekat dengan sang Bupati tersebut,
tentunya hal ini akan berakibat buruk dalam pemerintahan.
Ketiga, kecendrungan
neo-patrimonialistik yang mana bisa kita lihat pada masa orde baru. Bahwa
penyelenggaraan pemerintah dan kekuatan militer (ABRI) berada dibawah kontrol
langsung pimpinan negara (Presiden). Dari segi lainpun juga terlihat bahwa
banyak dari anak-anak atau keluarga pemimpin dalam hal ini pemerintah yang
menjalankan proyek pemerintahan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan yang dkembangkan dalam
makalah ini, bagaimana terlihat dalam uraian diatas lebih memfokuskan pada
budaya politik yang berkembang di Indonesia. Yang mana budaya politik yang
berkembang itu adalah hirarki yang tegar, kecendrungan patronage, dan gejala
neo-patrimonialisme, ini sangat berdampak buruk untuk mencapai proses
demokratisasi. Serta pembahasan mengenai perkembangan demokrasi pada masa
reformasi yang mulai memperlihatkan perkembangan proses demokratisasi yang
lebih baih dari pada pemerintahan sebelumnya.
Daftar
Pustaka
Affan Gaffar, Politik
Indonesia.Pustaka Pelajar,2005
Asrinaldi, Kekuatan
Politik dan Demokrasi di Indonesia.
Prof.Miriam
Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT.Gramedia, 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_politik
http://krizi.wordpress.com/2009/09/30/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar