Kamis, 19 April 2012

Budaya Politik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Budaya politik merupakan sebuah topik yang sangat menarik untuk dibahas, terlebih lagi apabila dikaitkan dengan budaya demokrasi di Indonesia. Karena Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya. Istilah budaya politik itu sendiri adalah pola prilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Makalah ini mencoba membahas mengenai budaya politik yang terdapat dalam masyarakat Indonesia dan perkembangan budaya demokrasi masyarakat pada masa orde reformasi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Budaya Politik

Teori tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang dikembangkan dalam sistem politik, yang mana teori tentang sistem politik ini diajukan oleh David Easton dan kemudian dikembangkan oleh Gabriel Almond. Hal ini sangat mewarnai kajian ilmu politik pada masa itu (1950-1970).
Adapun pendapat Almond dan Verba menjelaskan bahwa budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sebuah sistem politik (1963, h. 13). Budaya politik tidak lain dari orientasi psikologis terhadap objek sosial, yang mana sistem politik kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat cognitif, afective, dan evaluative.

B.     Budaya Demokrasi

Budaya politik yang demokratik sangat dipengaruhi oleh budaya politik yang partisipatif sehingga sangat mendorong untuk terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik dan stabil. Budaya politik yang demokratik ini menyangkut “suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi, dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya partisipasi,” pandapat Almond dan Verba (h.178).
Dari hasil penelitian survei yang dilakukan di di AS, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko, Almond dan verba mengaitkan antara tinggi-rendahnya budaya politik (civic culture) dengan kehadiran dalam sebuah negara. Dalam hal ini mereka menemukan bahwa negara-negara yang mempunyai civic culture yang tinggi akan menopang demokrasi yang stabil. Sebaliknya, negara-negara yang memiliki derajat civic culture yang rendah tidak mendukung terwujudnya sebuah demokrasi yang stabil.



C.    Budaya Politik Indonesia
1.      Hierarki yang tegar
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya.

2.      Kecendrungan Patronage
Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari basisnya.

3.      Kecenderungan Neo-Patrimonialistik
Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik zeperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.
Ciri-ciri birokrasi modern:
·         Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
·         Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas
·         Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
·         Adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan.
D.    Perkembangan Budaya Demokrasi Pada Masa Reformasi

Sejak tumbangnya masa orde baru yang digerakkan terutama oleh kekuatan mahasiswa menuju reformasi merupakan sebuah upaya damai yang memungkinkan kedaulatan rakyat sebagai prinsip utama dalam demokrasi itu dapat ditegakkan. Dalam pengertian itu bangsa Indonesia harus melakukan demokratisasi, yakni proses pendemokratisasi sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Langkah pertama yang dipersiapkan sewaktu memasuki masa reformasi dibawah pimpinan presiden Habibie adalah mempersiapkan pemilu dan mengesahkan UU politik yang mencakup UU partai politik, UU pemilu, dan UU susunan serta kedudukan MPR,  DPR, dan DPRD pada awal 1999. Pada masa ini  juga dilakukan penghapusan dwifungsi ABRI sehingga fungsi sosial-politik ABRI dihilangkan. Beberapa perubahan pentingpun dilakukan terhadap UUD 1945 agar dapat menghasilkan pemerintah yang demokratis. Peranan DPR  diperkuat, semua anggota DPR dipilih dalam pemilu, pengawasan terhadap Presiden lebih diperketat dan HAM memperoleh jaminan yang semakin kuat.
Pada tahun 2004 dilakukan pemilu presiden pertama, serta dilakukan pula pemilihan umum untuk memilih kepala daerah secara langsung yang diatur dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Tapi hal ini bukan menjadi titik akhir dari proses demokratisasi di Indonesia, namun menjadi landasan awal untuk menuju proses demokratisasi yang lebih baik.











.
BAB III
ANALISIS

Melihat budaya politik yang berkembang di Indonesia membuat saya pesimis akan terciptanya Indonesia sebagai negara yang sangat menjunjung demokrasi. Pertama, budaya politik hirarki yang tegar, saya memahami budaya ini menunjukan adanya penguasaan pemerintahan oleh etnis yang dominan. Ketika melihat sejarah pemerintahan Indonesia banyak dikuasai oleh etnis jawa. Sehingga adanya pemilahan yang tegas antara kaum penguasa dengan rakyat, ii sering menimbulkan penindasan yang dilakukan oleh penguasa kepada rakya. Karena penguasa beranggapan bahwa mereka telah melindungi rakyat, sehingga rakyat harus tunduk dan patuh kepada  penguasa dalam hal ini pemerintah.

Kedua, budaya kecendrungan Patronage, yang mana pola ini bersifat individual (dua individual yang bermain) disini dapat dilihat adanya pemanfaatkan jabatan untuk kepentingan individual. Misalnya, jika seseorang menjadi Bupati maka yang akan menduduki jabatan” tertentu adalah oarng yang memiliki hubungan dekat dengan sang Bupati tersebut, tentunya hal ini akan berakibat buruk dalam pemerintahan.

Ketiga, kecendrungan neo-patrimonialistik yang mana bisa kita lihat pada masa orde baru. Bahwa penyelenggaraan pemerintah dan kekuatan militer (ABRI) berada dibawah kontrol langsung pimpinan negara (Presiden). Dari segi lainpun juga terlihat bahwa banyak dari anak-anak atau keluarga pemimpin dalam hal ini pemerintah yang menjalankan proyek pemerintahan.











BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pembahasan yang dkembangkan dalam makalah ini, bagaimana terlihat dalam uraian diatas lebih memfokuskan pada budaya politik yang berkembang di Indonesia. Yang mana budaya politik yang berkembang itu adalah hirarki yang tegar, kecendrungan patronage, dan gejala neo-patrimonialisme, ini sangat berdampak buruk untuk mencapai proses demokratisasi. Serta pembahasan mengenai perkembangan demokrasi pada masa reformasi yang mulai memperlihatkan perkembangan proses demokratisasi yang lebih baih dari pada pemerintahan sebelumnya.






















Daftar Pustaka


Affan Gaffar, Politik Indonesia.Pustaka Pelajar,2005
Asrinaldi, Kekuatan Politik dan Demokrasi di Indonesia.
Prof.Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT.Gramedia, 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_politik
http://krizi.wordpress.com/2009/09/30/





Tidak ada komentar:

Posting Komentar