BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembahasan
tentang sistem ekonomi dan permasalahannya, seperti tidak akan hilang dimakan
zaman. Apakah itu, dalam tingkat yang paling sederhana ekonomi rumah-tangga,
ataupun dalam tataran yang lebih luas, dalam konteks ekonomi negara misalnya.
Sifat dasar manusia yang ingin selalu memenuhi kebutuhannya, semakin menambah
ruang lingkup pembahasan itu semakin luas. Pembahasan masalah ekonomi
berkembang menjadi pembahasan permasalahan manusia itu sendiri. Dengan
kebutuhan yang tidak pernah habis manusia dibuat menjadi sibuk. Kenyataan
inilah yang membuat manusia diliputi masalah-masalah ekonomi.
Pembahasan-permasalahan
ini akan dimulai dari ketika manusia Eropa mengalami masa yang disebut dengan
revolusi industri. Namun, ini masih akan di batasi lagi dengan pembahasan
perekonomian yang berhubungan dengan dua aliran utama ekonomi dunia. Dengan
mengacu pada lika-liku sejarah, dua aliran tadi sedikit demi sedikit akan
dibahas. Dan sub bahasan terakhir yang akan dibahas adalah pengaruh dua
mainstream aliran tadi terhadap sistem perekonomian Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
lahirnya revolusi industri dan kaitannya dengan sistem ekonomi dunia
Dalam
sejarahnya, revolusi industri tidak lahir begitu saja. Revolusi ini muncul
sesudah masyarakat Eropa melampaui masa kegelapan. Masa di mana “pemikiran”
mereka mengalami ke-mandeg-an. Renaisance yang muncul pada abad 17 membuat
manusia Eropa terlecut, dan kembali ke jalan pemikiran. Dan kesadaran berfikir
inilah yang memiliki peran penting membawa manusia Eropa (Inggris khususnya) ke
dalam sebuah perubahan besar.
Revolusi
industripun lahir, di antara puing-puing peradaban Yunani. Manusia-manusia
Eropa bergerak, dan segera merubah dunia mereka. Corak agraris, dirubah menjadi
industris. Tenaga-tenaga manusia mulai diganti gerak-gerak mesin yang
bermunculan setelah ditemukannya mesin uap. Pabrik-pabrikpun segera saja
mengisi sudut-sudut Eropa modern.
Revolusi
industri tidak hanya merubah Eropa dari masyarakat agraris menjadi masyarakat
industris, tapi lebih dari itu. Sistem sosial masyarakatnya pun perlahan
berubah. Muncul strata-strata baru di dalamnya. Penggolongan tidak lagi
didasarkan pada keturunan dan agama, tidak lagi hanya siapa yang bangsawan dan
yang bukan. Kondisi ini ada kerena munculnya kelas-kelas baru, kaum buruh
(proletar) dan pemodal (borjuis) yang memegang kapital. Di sini siapa yang
mampu mengendalikan kapital dialah yang berkuasa.
Perkembangan
pesat industripun kemudian memerlukan birokrasi ekonomi yang lebih besar. Dan
kemudian dibentuklah sistem-sistem birokrasi penunjang, dan tentunya sistem
birokrasi yang menguntungkan kapitalisme. Industri yang berkembang dan
birokrasi ekonomi yang luas akhirnya menciptakan sistem pasar yang disebut
“kapitalisme” dengan ide dasar, leissez faire. Oleh Smith (1723-1790) “sistem
pasar ini adalah sebuah realitas independen yang memusat pada individu dan
sekaligus menguasainya. Pasar akan bergerak dan terus bergerak dengan bimbingan
invisible hand-nya Smith. Pasarlah yang membentuk dunia dan pasar pula yang
menentukan langkah perekonomian sekaligus gerak dunia. Mengenai hal ini,
Herbert Spencer (1820-1930) pun sejalan dengan pemikiran Adam Smith, bahkan ia
menambahkannya dengan ide Darwinisme Sosial. Ide Darwinisme ini akhirnya ia
kembangkan, dan munculah teori seleksi alamiah (survival of the fittest), siapa yang mampu bertahan
dialah yang menang. Sebuah ide yang membuat kelas-kelas pemodal semakin
dimanjakan. Kepemilikan atas kapital-kapital pabrik, membuatnya semakin
memegang kuasa. Akhirnya hanya pada orang-orang inilah kemakmuran terpusat.
Kesenjangan
antara kaum buruh dan kapitalis inipun menimbulkan reaksi-reaksi, terutama oleh
mereka para cendekiawan Eropa yang merasa gerah atas situasi itu. Sebut saja,
Claude-Henri de Saint-Simon (1760-1825), F. M. Charles Fourier (1772-1837),
Louis Blanc (1813-1882), dan Karl Marx (1818-1883).
Claude-Henri
de Saint-Simon, Sang Bapak Sosialisme dunia. Menurutnya sentralisasi
perencanaan sistem ekonomi pemerintah adalah hal yang harus di utamakan.
Masyarakat industri akan menjadi baik apabila diorganisaikan secara baik. Dan
pemerintah harus memiliki peran penting di dalamnya. Peran sentral para
kapitalis sebaiknya dibatasi oleh wewenang pemerintah dalam perekonomian.
F.M.
Charles Fourier, kaum borjuis yang olehnya adalah orang-orang cacat sosial.
Demi kepentingan mereka sendiri, kaum buruh ditindas. Hal ini yang dia sebut
sebagai sebuah pertentangan kelas terselubung, dan bila dibiarkaan maka harmoni
masyarakat akan rusak. Untuk menyelesaikan hal ini, ia menganjurkan akan sebuah
reorganisasi masyarakat. Reorganisasi masyarakat ini dapat dilakukan dengan
memisahkan kelompok-kelompok politik dan ekonomi. Opsi kedua yang ia tawarkan
adalah dengan memberikan individu-individu kebebasan memilih pekerjaan.
Meskipun nampak memberikan jalan keluar namun ide-idenya ini hanya dianggap
sebagai sebuah ide utopian yang tidak bisa diwujudkan.
Louis
Blanc satu dari orang-orang sosialis yang benar-benar ingin mengangkat kaum
buruh. Kaum buruh olehnya harus menjadi prioritas pemerintah dalam menentukan
kebijakan. Dan bentuk konkrit dari prioritas itu adalah dengan menyediakan
kapital-kapital bagi kaum buruh. Setelah kapital-kapital itu disediakan maka
kaum buruh diberi wewenang untuk mengelola pabrik-pabrik yang ada. Ide inipun
bernasib sama dengan gagasan Fourier, di tolak dan dibuang jauh di dalam
cerobong pabrik kapitalisme. Namun di balik itu, ada hal lain yang menyebabkan
ide ini di tolak, merugikan politisi dan ekonom.
Karl
Marx. Ide dasar yang membawanya pada sentralisasi murni sistem perekonomian
adalah individualisme. Satu paham yang ditentangnya ini dianggap sebagai agen
yang membuat masyarakat terkotak-kotak dalam kelas-kelas (Klassengesellschaft)
sosial. Kelas-kelas sosial inilah yang olehnya ingin dihilangkan. Kelas sosial
ini akan menimbulkan ketimpangan dalam masyarakat, kaum buruh akan semakin
tertekan dengan kelas sosialnya. Sebaliknya kaum borjuis akan semakin berjaya.
Untuk menghilangkan hal itu maka sistem perekonomia harus disentralisasi dengan
memusatkan perekonomian itu pada pemerintah. Dengan sistem yang baru ini maka
pemerataan akan dapat dilakukan, tidak ada lagi kepemilikan pribadi, yang ada
hanya milik bersama secara kolektif. The Communist Manifesto adalah salah satu
karya monumental Marx yang melukiskan keradikalannya sebagai seorang sosialis.
Dalam
perkembangannya, kaum sosialis tumbuh menjadi aliran yang lebih radikal. Ajaran
yang digunakan kaum ini lebih berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai,
yaitu membentuk masyarakat sosialis dunia. Seringkali upaya-upaya yang mereka
lakukan keluar jauh dari mainstream paham sosialis. Anarkisme, pembantaian dan
bahkan mengorbankan bagian dari golongan mereka sendiri, semua itu sah-sah
saja. Paham sosialis radikal ini berasal dari ajaran-ajaran Bakunin
(1814-1876). Ajaran ini menemukan bentuknya yang paling mengerikan, ketika
Rusia menjadi pusat sosialis dunia, era Lenin. Di sini militerisme menjadi alat
sosialisme untuk melakukan segala tindak tanduknya. Paradigma masyarakat dunia
pun berubah. Sebuah bayangan ketakutan akan muncul apabila nama sosialisme
disebut. Sosialisme tidak lagi peduli dengan buruh-buruh di pabrik-pabrik para
kapitalis, atau memikirkan bagaimana kesenjangan ekonomi dapat segera di atasi,
tapi ia menjadi sibuk dengan urusan para elit-elit penguasa yang haus kekuasaan
dan kekayaan.
B.
Hubungan Kapitalis, Sosialis dengan
Sistem Perekonomian Indonesia
Dengan
melihat arah pembahasan di atas, segera akan muncul pertanyaan mengenai sistem
perekonomian Indonesia. Kemanakah sebenarnya sistem perekonomian Indonesia
menyandarkan dirinya, di bahu kapitalisme ataukah di pelukan sosialisme?
Kemunculan
suatu aliran ekonomi di dunia, akan selalu terkait dengan aliran ekonomi yang
muncul sebelumnya. Begitu pula dengan garis hidup perekonomian Indonesia.
Perkembangan kapitalisme dan sosialisme begitu mempengaruhi ideologi
perekonomian Indonesia.
Era
pra-kemerdekaan adalah masa di mana kapitalisme mencengkeram erat Indonesia, dalam bentuk yang
paling ekstrim. Pada masa ini, Belanda sebagai agen kapitalisme benar-benar
mengisi tiap sudut tubuh bangsa Indonesia dengan ide-ide kapitalisme dari
Eropa. Dengan ide kapitalisme itu, seharusnya bangsa Indonesia bisa berada
dalam kelas pemilik modal. Tetapi, sebagai pemilik, bangsa Indonesia dirampok hak-haknya.
Sebuah bangsa yang seharusnya menjadi tuan di tanahnya sendiri, harus menjadi
budak dari sebuah bangsa asing. Hal ini berlangsung hingga bangsa Indonesia
mampu melepaskan diri dari penjajahan belanda.
“Perekonomian
Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan.” Demikianlah kira-kira substansi
pokok sistem perekonomian Indonesia paska kemerdekaan. Lalu apa hubungan
substansi ini dengan dua aliran utama perekonomian dunia? Adakah korelasi
sistem perekonomian Indonesia paska kemerdekaan ini dengan dua mainstrem tadi?
Ataukah malahan, kapitalisme dan sosialisme sama sekali tidak berperan dalam
melahirkan sistem perekonomian Indonesia?
Sebelum
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas ada baiknya kita cari tahu dahulu
seperti apakah sistem perekonomian Indonesia. Dengan melihat seperti apakah
sistem perekonomian Indonesia secara tidak langsung kita sedikit-banyak akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Di
atas disinggung bahwa sistem perekonomian Indonesia beradasarkan asas
kekeluargaan. Lalu, apa asas kekeluargaan itu? Membahas asas ini, setidaknya
muncul dua opsi. Pertama, asas ini lekat sekali dengan ide-ide Pak Hatta,
mengenai sebuah bentuk perekonomian yang oleh beliau dianggap paling sesuai
dengan masyarakat Indonesia . Dengan ide inilah Pak Hatta menggagas satu badan
ekonomi Indonesia yang di kenal dengan “koperasi”. Kedua, hal ini berkenaan
dengan UUD’45, tepatnya dalam pembukaan dan dua pasal pokok di dalamnya. Asas
kekeluargaan ini secara ekstrisik nampak pada pasal 33 ayat 1, sedangkan secara
intrisik asas dapat di pahami dari Pembukaan UUD, pasal 27 ayat 2, dan pasal 33
(2,3). Pembahasan selanjutnya mengenai asas ini, akan difokuskan pada opsi yang
kedua saja, yaitu asas kekeluargaan dalam UUD’45.
Dalam
pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, “ Perekonomian disusun atas usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan, di sini secara jelas nampak bahwa Indonesia
menjadikan asas kekeluargaan sebagai fondasi dasar perekonomiannya. Kemudian
dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dan
dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat,” dari bunyinya dapat dilihat bahwa dua pasal
ini mengandung intisari asas itu. Hal ini tercemin dari penguasaan negara akan
sumber-sumber daya alam dan kemudian tindak lanjutnya adalah kembali pada
rakyat, secara tersirat di sini nampak adanya kolektivitas bersama dalam sebuah
negara. Meskipun dalam dua pasal ini tidak terlalu jelas kandungan asas
kekeluargaanya, namun melihat pasal sebelumnya, kedua pasal inipun akan jadi
terkait dengan asas kekeluargaan itu.
Kemudian
dalam pasal 27 ayat dua yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Makna kekeluargaan di
sini lebih jelas di bandingkan pasal 33 ayat 2 dan 3. Ada hak yang menjembatani
antara negara dan warga negara. Hubungan ini tidak hanya sekedar apa yang harus
di lakukan dan bagaimana memperlakukan. Tetapi ada nilai moral khusus yang
menjadikannya istimewa. Dan nilai moral itu adalah nilai-nilai yang muncul
karena rasa kekeluargaan. Dan hal ini pun tidak jauh beda dengan yang ada dalam
pembukaan UUD, di dalamnya asas kekeluargaan juga muncul secara tersirat.
Mengacu
pada pasal-pasal di atas, asas kekeluargaan dapat digambarkan sebagai sebuah
asas yang memiliki substansi sebagai berikut; kebersamaan, idealis keadilan,
persamaan hak, gotong-royong, menyeluruh, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Menilik
dari substansi-substansi itu dapat diketahui bahwa sosialisme telah mengakar ke
dalam tubuh perekonomian Indonesia. di sini tidak dikatakan bahwa hanya
sosialisme saja yang memiliki pengaruh terhadap sistem perekonomian Indonesia.
Namun disini ditekankan bahwa ada bagian-bagian aliran sosialisme yang menjadi
bagian sistem ekonomi kita. Dan yang perlu di garis bawahi, bagian-bagian
aliran sosialisme yang diadopsi itu bukanlah bagian secara keseluruhan,
melainkan hanya bagian-bagian yang dianggap sesuai dan baik untuk Indonesia.
hal ini dikuatkan dalam TAP No. XIII/MPRS/1966, “Langkah-langkah pertama ke arah
perbaikan ekonomi rakyat ialah penilaian kembali daripada semua
landasan-landasan kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan, dengan maksud
memperoleh keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan dan tujuan yang
hendak dicapai, yakni masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan
Pancasila.”
Hubungan
antara sosialisme dan sistem perekonomian Indonesia telah dibahas, meski
sedikit saja. Kemudian bagaimana dengan kapitalisme? Apa kapitalisme juga
memiliki andil dalam terbentuknya sistem perekonomian kita? Untuk melihat
hubungan antara perekonomian kita dengan kapitalisme, kita cukup menelaah
kapitalisme sedikit saja. Dan dengan sedikit telaah pada UUD’45 tadi, hal itu
akan dapat membantu manampakkan bayangan-bayangan buram hubungan itu.
Kapitalisme
lahir di Eropa dengan ide-ide pasar bebasnya. Tapi apakah hanya itu saja
ide-ide kapitalisme? Dengan lantang kita akan menjawab tidak, sistem pasar
bebas sendiri hanya bagian umum dari ide-ide kapitalisme, jadi tentu ada
bagian-bagian yang lebih substantif dalam kapitalisme. Sebut saja, kebebasan
bertindak, kepemilikan hak, kebebasan mengembangkan diri, dan banyak lagi,
tentu ini adalah substansi kapitalisme yang baik, di luar itu lebih banyak lagi
substansi-substansi kapitalisme yang tidak sesuai dengan sistem perekonomian
Indonesia. Sejenak kita berfikir bahwa substansi-substansi itu bukankah ada
dalam sistem ekonomi Indonesia.
Satu
persatu substansi itu kita lihat kembali. Kebebasan bertindak. Di Indonesia
apakah kebebasan berkehendak ada? Ataukah kebebasan itu malah di kekang?
Serempak kita akan menjawab kebebasan berkehendak di Indonesia jelas ada. Lalu
bagaimana kita tahu bahwa kita diberikan kehendak bebas dalam berekonomi? Dalam
kehidupan sehari-hari kita melihat orang-seorang di beri kebebasan memilih apa
yang ia inginkan, pekerjaan apa yang ia suka, atau mendirikan perusahaan,
negara memberikan ruang bebas kepada kita untuk melakukan itu.
Hak
kepemilikan. Hak memiliki sesuatu jelas adalah suatu yang lazim di Indonesia.
Tidak ada ceritanya di Indonesia orang dilarang untuk memiliki sesuatu, kecuali
hal itu yang menyangkut hal-hal yang di jadikan pengecualian. Di Indonesia
orang boleh memiliki perusahaan-perusahaan, boleh memiliki villa pribadi, sedan
pribadi dan banyak lagi hak milik pribadi yang diperbolehkan. Bahkan kadang
aset negarapun boleh menjadi hak milik pribadi.
Jadi
antara kapitalisme dan sistem ekonomi Indonesia memang memiliki kaitan yang
cukup erat, seperti halnya hubungan sosialisme dengan sistem ekonomi indonesia
. Hal ini juga dipertegas dalam UUD’45, dalam pasal 27 ayat 2 yang telah
dibahas di atas. Selain ada unsur sosialisme ternyata dalam pasal ini juga
mengandung unsur kapitalisme. Hak untuk memilik pekerjaan ternyata juga
termasuk hak kepemilikan yang merupakan substansi kapitalisme. Selain itu dalam
pasal ini juga tersirat bahwa kewajiban negara adalah sebagai agen pelindung
individu-individu sebagai warga negara. Tanggung jawab negara terhadap hak-hak
individu ini adalah bagian dari substansi kapitalisme yang menjadikan individu-individu
sebagai subjek.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengarah pada pembahasan di atas,
kita dapat menyimpulkan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah sintesa antara
kapitalisme dan sosialisme. Walaupun begitu kita tidak dapat mengabaikan
aspek-aspek lain pembentuk sistem ekonomi Indonesia, misalnya budaya Indonesia.
Dan kita tidak bisa menyingkirkan hal-hal itu begitu saja. Tapi kapitalisme dan
sosialisme ada bagian yang menjadi konstruksi utama dalam pembentukan sistem
ekonomi Indonesia. Dengan mangadopsi yang baik dari dua mainstrem itu, sistem
ekonomi Indonesia terbentuk. Tentunya dalam pembentukannya ada bongkar-pasang
untuk mendapatkan kesesuaian. Individualisme vs kolektivisme. Dengan memadukan
dua unsur ini maka yang ada dalam sistem Indonesia adalah bukan individualisme
dan bukan pula kolektivisme. Dalam perekonomian Indonesia ada individualisme,
namun karena telah di batasi kolektivisme maka individualisme ini tidak
segarang aslinya. Sentralisai dan swastanisasi. Peran negara dalam sistem
perekonomian Indonesia memang sentral, namun hal itu tidak menjadikannya
seperti sentralisme yang ada di negara-negara sosialisme, lagi-lagi hal ini
karena hasil sintesa antara individulisme dan kolektivisme.
Satu hal lagi yang mengenai sistem ekonomi
Indonesia (Pak Hatta menyebutnya sebagai sistem ekonomi terpimpin, Pak Karno
menyebutnya sistem ekonomi sosialisme demokrasi, dan kita juga bisa menyebutnya
sebagi sistem ekonomi Pancasila) yang oleh Pak Hatta dianggap sebagai lawan
dari kapitalisme. Kita bisa melihat kontradiksi antara kapitalisme dan sistem
ekonomi Indonesia tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan itu. Seperti yang
telah dibahas di atas bahwa sistem perekonomian Indonesia terbentuk karena
hasil sintesa antara kapitalisme dan sosialisme, jadi agak berlebihan bila
sistem ekonomi Indonesia disandingkan dengan sosialisme yang kontra kapitalisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar